Translate

Jumat, 15 Maret 2013

Parasitologi 1


KISI-KISI PARASITOLOGI
A.    Helmintologi Medik
1.      Bentuk infektif & diagnostic
a.       Lumbricoides: larva.stad II, telur matang (dibuahi/tdk).
b.      Cacing Tambang: larva filariform, telur dlm tinja.
c.       Filarial: larva stad. III, mikrofilaria.
d.      F. hepatica: metasekaria dlm tumbhn air, telur tak berembrio
e.       H. Nana: telur berembrio.
2.      Cacing Filaria (I)
a.      Species yg ada di Indonesia & nama penyakitnya:
Wuchereria bancrofti (nama penyakitnya filariasis bankrofti) dan Brugia malayi (nama penyakitnya filariasis malayi).
b.      Stadium2 cacing &terdapatnya: L1: lambung nyamuk, L2’L3: otot toraks& kpla nymuk, L4’L5 (c.dewsa btina, jntn): klnjar limfe manusia.
c.       Jenis2 periodisitas & mikrofilarianya: noktuma : muncul dlm darah tepi pada malam hari. Dan pd siang berada dlm kapiler organ2 dlm (viseral). Mikrofilaria: eosinofilik paru2 (tak bredar dlm darah), mikrofilaria dlm peredaran darah.
d.      Hospes definitive & perantaranya:
Definitif: manusia, perantara: nyamuk(W. Bancrofti : Anopheles sp, Aedes sp, Culex quinguefasciatus) , (B.malayi: Mansonia uniformis, Anopheles barbirostris).
3.      Cacing Filaria(II)
a.      Sampel & cara diagnostic:
Sampel:darah mlm hari. Sediaan tetes tebal u/ melihat grakan aktif microfilaria. Pnetapan spesies dgn pwarnaan (giemsa/wright)
b.      Aspek klinik W.Brancofti: infeksi disbabkan c. dws/mikrofilaria, mnimbulkan limfadenopati &limfangitis retrogard, dlm kondisi trtentu occult filariasis.
c.       Vector penularannya: culex quinguefasciatus, aedes sp, anopheles sp.
d.      Epidemiologi W.Brancofti: ditemukan dipedesaan maupun prkotaan. Trutama pdesaan, penyebaran brsifat local.
4.      Schistosoma Japonicum
a.      Stadium2 cacing: telur, mirasidium, sporokista I&II, serkaria.
b.      Aspek klinik: disebabkan oleh jml c.dws yg bnyk & ektopik. Timbul klainan hati> fibrosis hati, hepatosplenomegali & limfadenopati pd infeksi kronik. Gejala: gatal2, demam tinggi, eosinofilia, diare, &disentri.
c.       Cara diagnosis: menemukan telur yg khas dalam tinja/dlm jar.hati &rectum.
d.      Epidemiologi: endemic di Sulawesi tengah, skitar danau Lindu dan Lembah Napu.
5.      Tania Solium
a.       Morfologi cacing dewasa: cacing dewasa: seperti pita, berwarna putih,panjang 2-4 m. tubuh terdiri dari skoleks, leher, dan strobila, Skoleks berbentuk seperti bola dengan 4 batil isap. Strobila tersusun oleh proglotid.
b.      Aspek klinik: Infeksi disebabkan oleh cacing dewasa dan larvanya. Gejala klinik yang timbul diantaranya iritasi ringan pada usus tempat perlekatan cacing, nyeri ulu hati, sakit kepala, anoreksi, lemah, gejala abdominal samar-samar. Menyebabkan peritonitis, obstruksi. Prognosis oleh cacing dewasa umumnua baik, prognosis oleh sistiserkus buruk.
c.       Cara diagnosis: menemukan telur dan cacing dewasa. Telur yang ditemukan digunakan untuk identifikasi tingkat genus. Proglitid T. solium mempunyai cabang lateral uterus antara7-13, T. saginata 15-20.
d.      Epidemiologi: Frekuensi tiap daerah berbeda. Berhubungan dengan  kebiasaan penduduk mengkonsumsi daging babi, adat keagamaan dan kesadaran higienik dan santasi yang kurang.
6.      Mencari alasan
a.       Untuk diagnosis cacing tambang tidak cukup hanya dengan menemukan telur, karena dapat juga menemuka bentuk larva infektif dari hasil biakan tinja (metoda HARADA-MORI)
b.      Pengambilan sampel darah penderita filariasis dilakukan malam hari, karena mikrofilarianya bersifat periodesitas noktuma : muncul dalam darah tepi pada malam hari. Dan pada siang berada dalam kapiler organ dalam (viseral) .
7.      Gambar diagramatik daur hidup:
a.       Filaria (W.Brancofti)
b.      Schistosoma Japonicum
c.       Tania saginata
8.      Pengertian
a.       Perioditas nokturna: mikrofilaria terdapat di dalam darah tepi pada malam hari.
b.      Anemia hipokhrom mikrisiter:
Ukuran sel-sel darah merah kecil mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal ( MCV maupun MCHC kurang ).
c.       Mikrofilaremia: salah satu stadium pada patogenesis filariasis bankrofti.
d.      Serkaria: bentuk infektif cacing Schistosoma
e.       Metaserkaria: bentuk infektif dan bentuk kista cacing Fasciola sp.
f.       Proglotida gravid: bentuk diagnostik dalam tinja di lingkungan dari Taenia solium
g.      Emlario heksakant: Larva yang memiliki 6 kait dan diselubungi oleh lapisan dalam yg disebut embrifor, yang ada di dalam telur Taenia sp
h.      Skoleks: Skoleks merupakan bagian tubuh dari cestoda yang dilapisi kutikula, berfungsi untuk melekat pada dinding usus dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies dalam genus Taenia.

B.     Protozoologi Medik
1.      Pendahuluan (I)
a.       Pengertian protozoa yang benar dan tepat, Protozoa adalah hewan yang tubuhnya terdiri atas satu sel (monoseluler).
b.      Stadium-stadium protozoa, Stadium kista dan stadium vegetative ( tropozoit / poliferatif).
c.       Dasar klasifikasi protozoa, Protozoa diklasifikasikan berdasarkan alat geraknya. Dibagi menjadi sporozoa, rizopoda, flagelata, dan ciliate
d.      Macam-macam klas protozoa dan contoh spesiesnya, Sporozoa: Plasmodium vivax, P. falciparum, P. malariae, P. ovale.
Rhizopodea : E. histolytica, E. coli
Zoomastigophorea: Giardia lamblia (A), Trichomonas vaginalis (A), Balantodium coli (B)
Ciliatea : Toxoplasma gondii
2.      Pendahuluan (II)
a.      Cara reproduksi protozoa dan contoh spesiesnya:
Seksual : dengan pembentukan sel gamet. Contoh :
Belah pasang : protozoa membelah menjadi dua dengan bentuk yang sama. Contoh : amoeba, flagelata, dan ciliata.
Skizogoni : protozoa membelah menjadi beberapa inti yang kemudian diselubungi sitoplasma, membentuk merozoit.
Membentuk kista : ekskistasi inti yang membelah menjadi kista. Tiap kista dapat mengeluraka beberapa tropozoit baru. Contoh : amoeba,
Konyugasi : penggabungan sementara.
b.      Penularan (transmisi) protozoa:
Penularan prozoa dapat secara langsung atau melaui makanan dan air setelah berada di luaara tubuh hospes. Protozoa yang tidak memiliki bentuk kista penularannya melalui bentuk tropozoitnya, dapat pula ditularkan melalui vektornya.
3.      Pendahuluan (III)
a.       Patologi dan gejala klinik protozoa, Infeksi terbagi menjadi dua stadium yaitu stadium akut yang dapat berkembang menjadi stadium laten yang menahun dan terkadang diselingi kambuh (relaps). Infeksi semula dapat berjalan subklinik.
b.      Cara diagnosis: Menemukan parasit dalam tubuh traktus intestinalis (misalnya amebiasis), dari bahan pemeriksaan berupa urin atau secret vagina (trikomoniasis), dari darah dan jaringan (malaria). Sediaan dapat berupa apus langsung, konsentrasi, pembiakan dan inokulasi, serta tes serologic pada toksoplasmosis.
4.      E.histolytica
a.      Perbedaan bentuk dan sifat bentuk histolytica dan bentuk minuta
Histolitika: Ukuran 20-40 mikron, Inti entameba terdapat dalam enoplasma.
Ektoplasma tampak bening dan homogen.
Minuta: Ukuran 10-20 mikron,Inti entameba terdapat di dalam endoplasma yang berbutir butir,Ektoplasma tidak nyata dan hanya tampak bila terbentuk pseudopodium.
b.      Amebiasis intestinal: Amebiasis usus/amebiasis kolon. Ditandai adanya radang usus besar yang disebut colitis ulserosa. Akut : gejala jelas, tinja berlendir, bentuk histolitika mudah ditemukan. Kronik : gejala tidak jelas, diare diselingi obstipasi, bentuk histolitika sulit ditemukan.
c.       Diagnosis kolon akut: Gejala diare berlangsung tidak lebih 10 kali sehari. Menemukan bentuk histolitika dari E. histolytica dalam tinja.
d.      Diagnosis Amebiasis hati:
Berat badan menurun, badan lemah dan demam, anoreksi, hepatomegali. Pemeriksaan radiologic: tampak peninggian diafragma. Pemeriksaan darah: lekositosis. Diagnosis lab : menemukan bentuk histolitika dalam biopsi dinding abses atau aspirasi nanah abses. Pemeriksaan serologic: hemaglutinasi tidak langsung atau tes imunodifusi.
5.      G.Lamblia
a.      Morfologi tropozoit dan kista
Tropozoit/vegetative/proliferative : seperti buah jambu monyet, bilateral simetrik. Anterior membulat, posterior meruncing, dorsal melengkung.punya dua inti dan 4 flagel.
Kista : bentuk oval, dinding halus dan tampak jelas, sitoplasma mempunyai butir halus, yang letaknya terpisah dengan dinding kista. Kista muda punya 2 inti, kista matang punya 4 inti yang terletak di kutub.

b.      Patologi dan gejala klinik:
Iritasi menyebabkan sekresi mukosa usus meningkat,dapat menimbulkan gangguan absorpsi lemak. Menyerang saluran dan kandung empedu, menyebabkan iritasi dan penebalan mukosa, penyumbatan bilirubin. Biasanya infeksi tanpa gejala, keluhan sakit ulu hati, sakit perut dan kembung. Kadang gejala diare, kolesistitis dan ikterus. Pada anak ditandai enteritis akut atau kronik disertai diare. Pada infeksi lanjut kronik, gejala utamanya masa tinja berlemak dan diselingi obstipasi. Keadaan akut ditandai berak encer yang kering.
c.       Diagnosis:Menemukan  bentuk vegetative dalam tinja encer atau cairan duodenum. Kista ditemukan pada masa tinja yang padat.
d.      Epidemiologi: Menyebar secara cosmopolitan terutama dari lingkungan keluarga besar. Penularan parasit melalui makanan dan minuman atau dengan kontak langsung.
6.      T.Vaginalis
a.       Morfologi: tidak memiliki bentuk kista. Mempunyai 4 flagel anterior dan 1 flagel posterior yang melekat pada membrane bergelombang. Sitoplasma bergranula, aksostil dari aran anterior ke posterior. Ditularkan dalam bentuk tropozoit.
b.      Cara infektif: Ditularkan dalam bentuk tropozoit, melalui hubungan seksual, atau secara tidak langsung melalui alat mandi.
c.       Patologi dan gejala klinik, Terjadi deskuamasi dan degenerasi sel epitel vagina. Terdapat banayk leukosit dalam secret vagina karena seranagn leukosit. Fluor albus. Saat melalui stadium akut gejalanya mulai berkurang. Secara klinik, dinding vagina tampak berwarna kemerahan karena ptechiae.
d.      Cara diagnosis: Klinik : keluhan keputihan, rasa pana, gatal pada vagian maupun vulva, sekret encer berbusa serta berbau tidak enak. Terdapat lesi bekas garukan da hyperemia pada vagina.
Laboratorium : menemukan parasit dari bahan sekret vagina, uretra, prostat, dan urin.
7.      Malaria
a.       Spesies yang ada di Indonesia:
Plasmodium vivax, P. falciparum, P. malariae, P. ovale
b.      Distribusi geografik: Ditemukan pada 60o LU – 32o LS. Dari daerah rendah 400 m dpl (laut mati) – 2 600m dpl (Londiani di Kenya). Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar dii seluruh kepulauan
c.       Morfologi dan daur hidup:
Daur hidup meliputi fase seksual eksogen (sporogoni) di dalam tubuh nyamuk Anopheles sp. Dan fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes vertebrata. Fase aseksual pada manusia terjadi dua siklus yaitu siklus eritrosit dan siklus jaringan hati (skizogoni eksoeritrosit).
d.      Perbedaan morfologi P.vivax dan P.Falciparum: Pada infeksi P. valciparum hanya mengalami satu generasi aseksual dalam hati sebelu memulai siklus eritrosit, selanjutnya siklus jaringan hati tidak dilanjutkan lagi.
Pada P. vivax terjadi siklus eksoeritrosit terus menerus sampai berlangsung bertahun tahun untuk melengkapi perjalanan penyakit yang berlangsung sangat lama, sehingga sering terjadi kekambuhan.
8.      P.falciparum
a.       Morfologi
Perkembangan aseksual dalam hati hanya mengalami fase erotrosit saja, tidak mengalami fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan rekurens. Skizon dapat dilihat dalam hati setelah hari keempat setelah infeksi. Bentuk cincin (tropozoit muda) parasit ini sanga kecil dan halus, kadang terdapat du butir kromatin yag disebut double chromatine. Bentuk pinggir dan bentuk accole dalam satu eritrosit.
b.       Malaria cerebral
Dimulai secaralambat atau mendadak setelah gejala awal. Gejala berupa sakit kepala, rasa mengantuk yang disususl keadaan koma dengan pupil mengecil dan reflex hulang atau meninggi. Menyerupai gejala meningitis, epilepsy, delirium, intoksikasi, sangat panas dan lain lain. Gejala ditimbulkan oleh sumbatan kapiler pada susunan syaraf pusat oleh eritrosit yang mengandung parasit.
c.        Diagnosis
Menemukan parasit stadium tropozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat alat dalam.
d. Criteria untuk mementukan resistensi
9.      T.Gondii
a.       Hospes dan nama penyakit
Hospes definitive : kucing dan hewan sejenisnya. Hospes perantara: manusia. Penyakit : toksoplasmosis konginental dan akuisita.
b.       Cara infeksi
1.       Penularan parasi ke janin terjadi secara in utero melalui plasenta (ibu mendapat infeksi waktu hamil)
2.       Pada toksoplasma akuisita hospes memakan daging mentak atau dimasak kurang sempurna yang mengandung kista atau proliferative parasit atau menelan ookista yang berasal dari tinja kucing.
3.       Infeksi dari laboratorium dari sampel dengan parasit hidup.
c.        Toksoplasmosis congenital
d.       Diagnosis
Cairan serebral : perubahan tidak khas, dipastikan bila kadar protein yang ada dalam ventrikel tinggi
Darah : lekositisis, lekopenia, lomfositosis, monositosis, trombositopenia, dan eosinofilia. Tokso akut dipastikan dengan menemukan tropozoit dalam biopsy otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal, dan ventrikel.
Kelenjar limfe yang terinfeksi menunjukkan perubahan histologik yang khas tapi parasi jarang ditemukan.
Tes serologic yang menunjang : teswarna Sabin-Feldman.
10.  Pengertian
a.       Kista
Bentuk infektif parasit namun tidak aktif.
b.       Endoplasma
Bagian yang berada di dalam (diselubungi) oleh membrane plasma
c.        Amebiasis ekstra intestinal
Amebiasis yang menyebar keluar usus.
d.       Inti kosentrik
Inti terpusat di satu sisi
e.        Ekskistasi
Proses keluarnya tropozoit dari kista
f.        Aksostil
alat yang memanjang berupa batang di tenga-tengah badan yang terdapat pada beberapa flagelata
g.        Membrane bergelombang
Selaput yang terjadi karena flagella melingkari badan parasit. yaitu sebuah membran yang dibentuk antara sebuah flagel dan kosta pada badan parasit.
h.       Skizon
Skizon merupakan produk dari skizogoni
i.         Titik-titik Schüffner
Titik-titik halus berwarna merah muda (eritrosit pecah) yang tampak dalam eritrosit yang terinfeksi.
1.       Gambar diagramatik daur hidup:
a.       Filaria (W.Brancofti)
b.       Schistosoma Japonicum
c.        Tania saginata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar